Investor
Amerika Menuntut Kepastian Hukum Dagang Indonesia
Para investor asal Amerika Serikat yang
tertarik berinvestasi di Indonesia ingin mengetahui kepastian hukum dalam
berusaha khususnya setelah pemerintah mengeluarkan beberapa paket kebijakan
yang nantinya diharapkan mampu memberikan kelancaran dalam berinvestasi dan
berusaha di dalam negeri.
"Mereka sangat mendukung, dan seperti
investor lainnya dari semua negara mereka ingin melihat kepastian hukum serta
infrastruktur yang memadai," kata Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, di
sela-sela Pertemuan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)
2015, di Manila, Selasa, 17 November 2015.
Thomas mengatakan, terkait untuk memberikan
kepastian hukum dalam berusaha bagi para investor tersebut, Indonesia menjelaskan
tengah melakukan proses deregulasi dan debirokratisasi untuk mempermudah proses
berusaha di dalam negeri.
Menurut Thomas yang kerap disapa Tom tersebut,
para investor asal Amerika Serikat itu menaruh harapan besar dan memandang
langkah Indonesia tersebut sebagai salah satu langkah yang sangat positif dalam
upayanya untuk memberikan kepastian berusaha dan juga untuk berinvestasi.
"Mereka sangat positif melihat
perkembangan dalam waktu dua hingga tiga bulan terakhir, dikarenakan mereka
sangat tertarik, bahkan mereka ingin kita terus memberikan update," kata
Tom.
Pada pertemuan bilateral dalam rangkaian
pertemuan APEC antara delegasi Indonesia dengan Kamar Dagang dan Industri
Amerika serta United States Trade Representative (USTR) Michael Froman, Tom
menjelaskan bahwa deregulasi dan debirokratisasi yang dilakukan tersebut untuk
merasionalisasi regulasi, mengurangi beban administrasi dan perizinan, sehingga
kebijakan pemerintah Indonesia bisa lebih konsisten.
Menurut Tom, para delegasi dari Negara Paman
Sam tersebut akan menggali peluang untuk mengembangkan investasi di Indonesia
salah satunya seperti di bidang kesehatan yang dilirik oleh perusahaan obat-obatan
asal Amerika Serikat.
"Selain itu juga Caterpillar dan General
Electric, untuk infrastruktur dan barang modal," kata Tom.
Tom menambahkan, Amerika Serikat merupakan
salah satu investor yang terbesar di Indonesia, dimana dalam kurun waktu tujuh
tahun terakhir sudah berinvestasi kurang lebih sebanyak 65 miliar dolar AS, dan
direncanakan dalam waktu tujuh tahun kedepan akan berinvestasi lagi sebanyak kurang
lebih 61 miliar dolar AS.
Neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika
Serikat khususnya pada tahun 2015, pada periode Januari hingga Agustus,
mencatatkan surplus bagi Indonesia sebesar 5,96 miliar dolar AS. Angka tersebut
mengalami kenaikan sebesar 13,73 persen jika dibandingkan dengan tahun 2014
lalu yang tercatat sebesar 5,24 miliar dolar AS.
Sementara untuk total perdagangan kedua negara
dalam kurun waktu yang sama mencapai 16,00 miliar dolar AS, yang mengalami
penurunan sebesar 2,94 persen jika dibandingkan dengan 2014 lalu yang tercatat
sebesar 16,49 miliar dolar AS.
Produk Udang RI Bebas dari Tuduhan Dumping di AS
Produk udang beku
(Frozen Warmwater Shrimp) asal Indonesia terbebas dari tuduhan dumping di
Amerika Serikat (AS). Hal itu sesuai dengan keputusan yang dikeluarkan US
International Trade Court 3 April 2015.
Direktur Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) Saut P Hutagalung menjelaskan awalnya pengaduan adanya dumping
dilakukan oleh Coalition of Gulf Shrimp Industries/COGSI (Koalisi Industri
Udang) di Teluk Mexico-AS.
COGSI mengajukan
petisi kepada pemerintah AS tanggal 28 Desember 2012 untuk mengenakan
Countervailing Duties (CVD) atas impor Frozen Warmwater Shrimp yang dianggap
mengandung subsidi dari tujuh negara yaitu China, Ekuador, India, Indonesia,
Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
"Pengenaan CVD
dimaksudkan untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan dari unfair trade yang
dituduhkan akibat adanya dugaan subsidi dari pemerintah yang dilakukan oleh
negara tertuduh. Ada atau tidaknya injury diperiksa kelayakannya oleh U.S.
International Trade Commission (US-ITC) dan besarnya countervailing duty
ditentukan oleh U.S. Department of Commerce (US-DOC)," kata Saut dalam
keterangan tertulisnya, Rabu (8/04/2015).
Pada 29 Mei 2013,
US-DOC telah mengeluarkan hasil ketetapan awal atau preliminary determination
atas tuduhan subsidi udang Indonesia. Besaran subsidinya masuk kategori de
minimis.
Konsekuensinya untuk
sementara (sejak Mei 2013 sampai dengan keluarnya putusan US International
Trade Court Maret 2015) importir udang Indonesia di AS tidak harus menyerahkan
cash deposit sebagai jaminan atas impor udang dari Indonesia.
Lalu pada tanggal 13
Agustus 2013, US-DOC telah mengeluarkan Final Determination atas tuduhan
subsidi udang Indonesia dan masuk kategori de minimis.
Sedangkan besaran
subsidi negara-negara lain bervariasi nilainya kecuali Thailand yang juga
besarannya de minimis. Selengkapnya hasil akhir atau Final Determination
investigasi yang telah dilakukan oleh US-DOC adalah sebagai berikut China :
18,16%, Ecuador : 11,68%, India : 5,85% , Indonesia : de minimis , Malaysia :
54,50% , Thailand : de minimis dan Vietnam : 4,52%
"Pada tanggal 19
September 2013, US-ITC telah mengeluarkan keputusan final untuk kasus
Countervailing Duty atas produk Frozen Warmwater Shrimp yang diimpor dari
Indonesia dan enam negara lainnya. Keputusan tersebut menetapkan bahwa tidak
ada injury dari impor udang asal negara-negara yang dituduh terhadap industri
udang dalam negeri Amerika Serikat," imbuhnya.
Dengan keputusan final
tersebut maka seluruh negara yang diinvestigasi tidak akan dikenakan bea masuk
tambahan. Hasil akhir keputusan ini kurang menguntungkan bagi Indonesia karena
hasil keputusan US-DOC terkait dengan rencana pengenaan bea masuk tambahan bagi
negara yang terbukti melakukan subsidi (5 negara kecuali Thailand) tidak jadi
diterapkan sehingga tidak jadi memberikan manfaat tambahan daya saing bagi
Indonesia untuk ekspor komoditas udang ke AS.
Pada tanggal 22
November 2013, COGSI mengajukan banding kepada United States Court of
International Trade atas keputusan Pemerintah AS terkait subsidi Pemerintah
Indonesia dan Pemerintah Thailand kepada eksportir kedua negara tersebut.
Hasilnya pada tanggal 3 April 2015, United States Court of International Trade
(US-CTI) mengeluarkan keputusannya menolak atas banding COGSI atas keputusan
final US-ITC tersebut.
US-CTI menyatakan
bahwa adanya “injury” yang dialami oleh Industri Udang Teluk Mexico-AS
disebabkan terutama oleh bencana tumpahan minyak “BP Oil Spill” dan bukan
disebabkan oleh impor udang. Impor udang dari Indonesia dan negara lainnya
tidak menyebabkan terjadinya unfair trade dan tidak masuk kerangka aturan
antidumping dan countervailing duty.
"Dengan demikian
sudah dapat dipastikan bahwa upaya bersama Pemerintah RI dan asosiasi usaha
perudangan Indonesia berhasil menghentikan tuduhan dumping oleh COGSI terhadap
impor udang dari Indonesia," katanya.
Saut mengatakan kunci
keberhasilan terletak pada kerjasama yang solid antara Pemerintah yaitu
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perdagangan serta Kementerian
Luar Negeri juga industri perudangan Indonesia melakukan upaya hukum (legal
process) serta didukung upaya diplomatis dan politis Pemerintah Indonesia
melalui KBRI Washington DC.
Asosiasi Pengusaha
Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan (AP5I), Shrimp Club Indonesia (SCI)
dan Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) - pabrik pakan udang dan
kerjasama yang baik dari asosiasi perikanan AS National Fisheries Institute
(NFI) telah memberikan kontribusi penting dan peran sangat aktif selama proses
penanganan kasus tuduhan dumping ini.
"Keputusan
Pengadilan Dagang Internasional AS tgl 3 April 2015 ini merupakan kabar gembira
dan kemenangan bagi industri perudangan nasional. Kesempatan ini harus
dimanfaatkan oleh pelaku usaha udang Indonesia untuk terus meningkatkan ekspor
ke pasar global khususnya ke AS," tandas Saut.
Referensi:
http://finance.detik.com/read/2015/04/08/121000/2881179/4/1/produk-udang-ri-bebas-dari-tuduhan-dumping-di-as
Nama Anggota :
Muhammad Afif Ibrahim (27214054)
Muhammad Andika (27214082)
Muhammad Fadil (27214183)
Nazaline Adinda Larasati (27214878)